Paradoks Hidup
Sebuah Motivasi Diri
Ini mungkin yang
dikatakan terjebak di suatu masa, melewati proses yang tak mampu kita protes.
Dipaksa untuk menjalani sebuah masa yang mau tidak mau, suka tidak suka kita
harus akrab menerima. Dikuatkan dengan rasa bersyukur dan kesabaran. Rintihan
keluh kesah dan air mata sudah menjadi pelengkap tiap detak detik waktunya.
Banyak ucapan baik
yang kita harapkan, banyak doa baik yang kita lantunkan, banyak tujuan masa
depan yang kita inginkan. Baik buruknya hanyalah sebuah jalur. Bertahan atau
tidaknya dalam mewujudkan tergantung pada usaha dan kesabaran.
Setiap tetes keringat
menjadi bukti perjuangan. Setiap beratnya pikiran menjadi bukti sebuah ikhtiar.
Setiap uang yang kita inveskan menjadi saksi yang tak terelakan.
Konon katanya sudah
berusaha keras tapi takdir tak sejernih dugaan, melelahkan memang. Berangkat
pagi dengan berpakaian rapi sampe tak melihat matahari di siang hari. Mencari
secercah mimpi yang ingin digapai sembari meyakinkan diri. Sudah malam masih
begadang, melihat bintang katanya dengan terus berangan-angan agar tangan ini
bisa menggapainya. Lalu tidur entah dalam keadaan bahagia ataukah kecewa.
Itulah manusia, makhluk yang asalnya dari tanah selalu bermimpi setinggi langit
di setiap hembusan nafasnya.
Iya, memang usahamu
tiada hentinya dari terbitnya fajar menuju terangnya rembulan. Kau tinggikan
mimpi, cita dan anganmu, tapi keseriusanmu tak lebih dari semuanya itu. Hingga
pada akhirnya hanya lelah yang mengudara.
Tingginya usaha
kerasmu tundukkan juga dengan doa di sepertiga malammu. Doa merupakan dialog
terindah kepada sang penentu takdir kehidupan. Restu orangtua menjadi bahan
bakar untuk memperlancar semua.
Selaraskan niat
baikmu dengan cara terbaikmu. Ketika takdir sudah terikat dengan doa-doamu,
maka kebahagiaan akan menyertaimu. Tetaplah tunduk akan keberhasilanmu, jangan
kau kalahkan dirimu dengan kesombonganmu. Sudah waktunya menebus dosa masa
lalumu dengan sisa waktumu.
Comments
Post a Comment